_kP89Mh0nklE4uIBzHyZTc8CjuSbJfbn2drnrosM_EA" /> nafisa computer: makalah makna dan simbol bangunan tradisional desa sade

Rabu, 12 Februari 2020

makalah makna dan simbol bangunan tradisional desa sade



MAKALAH SENI BDAYA
MAKNA DAN SIMBOL BANGUNAN TRADISIONAL DESA SASE
Oleh : PAK IMAM
Logo Sekolah Lengkap.png
 








DISUSUN  OLEH :
1.      EVI INDAH ERIANI
2.      GUGUN AL AJIS
3.      LUKY MAYSARAH
4.      WULAN KHARISMAWATI
5.      PUTRI SULASTRI


KELAS : X. OTP.1




SMK NEGERI 1 PRAYA TENGAH
2020


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan beribu kenikmatan dan rahmat-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan hasil pengamatan kami yang disusun dalam bentuk makalah dengan judul “Makna dan Simbol Bangunan Tradisional Desa Sade”.
Makalah ini dibuat berdasarkan beberapa sumber yang kami gunakan sebagai referensi, berupa sumber melalui media massa dan  survey ke lokasi. Dalam penyusunan makalah ini, tentulah kami banyak menemukan berbagai hambatan dan kendala karena keterbatasan pengetahuan dan kemampuan yang kami miliki. Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna, baik secara penyajian maupun kelengkapannya. Oleh karena itu, kami mengharapkan  kritik dan saran demi kelengkapannya.
Tidak lupa, kami juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang membantu kami dalam menyelesaikan tugas kami yang tentunya tidak dapat kami sebutkan satu per satu, baik yang membantu penyusunan makalah ini maupun yang kami jadikan narasumber di lokasi survey.
Akhirnya semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin.


Praya, 11 Februari 2020


      Tim Penyusun


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL............................................................................................... i
KATA PENGANTAR............................................................................................ ii
DAFTAR ISI.......................................................................................................... iii
BAB I        PENDAHULUAN................................................................. .............. 1
1.1  Latar Belakang................................................................. .............. 1
1.2  Rumusan Masalah........................................................................... 1
1.3  Tujuan............................................................................... .............. 2
BAB II       PEMBAHASAN.................................................................... .............. 3
2.1  Gambaran Lokasi.............................................................. .............. 3
2.1.1        Letak Geografis................................................... .............. 3
2.1.2        Letak Administratif............................................. .............. 4
2.2  Makna dan Simbol Bangunan Desa Sade........................ .............. 4
BAB III     PENUTUP.............................................................................. ............ 17
3.1  Kesimpulan....................................................................... ............ 17
3.2  Saran.................................................................................             17
DAFTAR PUSTAKA



BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Didalam perencanaan tata ruang perlu dikaji mengenai karakteristik dan kondisi sosial budaya masyarakat wilayah yang direncanakan. Banyak sekali Provinsi-provinsi di Indonesia yang masih mempertahankan budaya lokalnya, sebagai contoh adalah Provinsi Nusa Tenggara Barat, tepatnya di kampung Sade, kecamatan Pujut, kabupaten Lombok Tengah. Masyarakat di desa Sade masih menjalankan aktifitas sehari-hari sesuai dengan adat yang tetap berlaku hingga kini. Kampung Sade dinilai masih dapat mempertahankan budaya dari leluhur, selain itu, karakteristik dari kampungnya pun cukup menarik untuk ditelusuri.
Namun, berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu masyarakat Sade, mereka mengalami masalah besar dalam hal pertanian. Dari dahulu hingga sekarang untuk mengairi lahan pertanian mereka hanya mengandalkan turunnya air hujan. Hal ini berdampak pada produksi lahan pertanian mereka, mereka hanya bisa memanen 2 kali dalam setahun dengan jenis padi dan kedelai. Sementara, hasil pertanian merupakan pemasukan terbesar mereka.
Oleh karena itu, diperlukan program yang berkelanjutan untuk mengatasi masalah yang di alami masyarakat Sade. Dimana program yang dijalankan berbasis kearifan local, tetap memperhatikan lingkungan, dan dapat mengembangkan keaktifan, inisiatif, serta kepekaan masyarakat Sade untuk mau menyelesaikan permasalahan yang mereka hadapi bersama.

1.2  Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalahnya sebagai berikut.
1.      Bagaimana kondisi masyarakat dan lingkungan desa Sade?
2.      Apa makna dan symbol bangunan tradisional Desa Sade ?

1.3  Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah tersebut di atas, maka tujuannya adalah sebagai berikut.
1.      Untuk mengetahui bagaimana kondisi masyarakat dan lingkungan desa Sade?
2.      Untuk mengetahui apa makna dan symbol bangunan tradisional Desa Sade?


BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Gambaran Lokasi
2.1.1        Letak Geografis
Secara geografis desa Sade terletak pada 08 50’ LS dan 116  BT dengan batas wilayah sebagai berikut:
o   Sebelah Barat         : Dusun Penyalu
o   Sebelah Timur         : Dusun Lentak
o   Sebelah Utara        : Dusun Selak
o   Sebelah Selatan       : Dusun Selemang
Desa Sade terletak sekitar 30 km dari kota Mataram. Permukiman desa Sade terletak pada ketinggian 120-126 m dpl. Dengan topografi yang berbukit dan bergelombang. Disebelah utara dan selatan pemukiman terletak persawahan dan ladang penduduk. Pemukiman desa Sade terletak pada sebuah bukit sehingga permukiman  dibuat berteras untuk menghindari terjadinya erosi, berbeda dengan lahan persawahan yang merupakan lahan datar.

2.1.2        Letak Administratif
Desa Sade terletak di Kecamatan Pujut, Kabupaten Lombok Tengah, Pulau Lombok, Provinsi Nusa Tenggara Barat, berjarak kurang lebih 30 kilometer dari kota Mataram. Untuk menemukan desa ini tidak lah sulit karena berada tepat di tepi jalan raya Praya - Kuta pada bagian luar desa papan nama besar bertulisan desa Sade.

2.2  Makna dan Simbol Bangunan Tradisional Sade
è Asal-Usul
Suku Sasak adalah penduduk asli dan suku mayoritas di Lombok, Nusa Tenggara Barat, Indonesia. Sebagai penduduk asli, suku Sasak telah mempunyai sistem budaya sebagaimana terekam dalam kitab Nagara Kartha Gama karangan Empu Nala dari Majapahit. Dalam kitab tersebut, suku Sasak disebut “Lomboq Mirah Sak-Sak Adhi.” Jika saat kitab tersebut dikarang suku Sasak telah mempunyai sistem budaya yang mapan, maka kemampuannya untuk tetap eksis sampai saat ini merupakan salah satu bukti bahwa suku ini mampu menjaga dan melestarikan tradisinya. Salah satu bentuk dari bukti kebudayaan Sasak adalah bentuk bangunan rumah adatnya.
Rumah mempunyai posisi penting dalam kehidupan manusia, yaitu sebagai tempat individu dan keluarganya berlindung secara jasmani dan memenuhi kebutuhan spiritualnya. Oleh karena itulah, jika kita memperhatikan bangunan rumah adat secara seksama, maka kita akan menemukan bahwa rumah adat dibangun berdasarkan nilai estetika dan local wisdom masyarakatnya, seperti halnya rumah tradisional suku Sasak di Lombok, Nusa Tenggara Barat. Orang Sasak mengenal beberapa jenis bangunan adat yang dijadikan sebagai tempat tinggal dan juga tempat penyelenggaraan ritual adat dan ritual keagamaan.
Suku Sade yang terletak di desa Rambitan,Kecamatan Pujut, Lombok Tengah.Sade merupakan salah satu desa tradisional Sasak yang masih asli. Rumah-rumah penduduk dibangun dari konstruksi bamboo dan atapnya terbuat dari daun alang-alang. Dusun ini berpenghuni sekitar seratus orang dengan mata pencaharian utama adalah bertani. Usaha tambahan mereka adalah dengan menenun. Kampung ini terletak di lereng sebuah bukit dengan hanya jalan setapak untuk memasukinya. perkampungan kecil ini terdiri dari 150 kepala keluarga. Jarak antar rumah sangat rapat bahkan atap rumah terlihat saling tindih.
è Kehidupan sosial
      Mata pencaharian mayoritas: berladang dan berburu
      Dalam menentukan keputusan, masyarakat menganut sistem musyawarah
      Masyarakat suku Sasak juga senang berkunjung ke rumah tetangga, atau sekedar bersilaturahmi.
è Filosofi Pembangunan Rumah Adat Suku Sasak
Membangun rumah adat  Lumbung Sasak harus sesuai dengan tata cara adat. Membangun rumah tidak dilakukan begitu saja secara asal-asalan. Karena rumah bukan hanya berfungsi sebagai tempat tinggal  tapi juga memiliki fungsi sosial kemasyarakatan.
Banyak pertimbangan sebelum membangun rumah adat Lumbung Sasak. Pertimbangan tersebut berhubungan dengan material, waktu pembangunan, lokasi bangunan, arah hadap, tata ruang serta filosofi.
Pertimbangan kebutuhan juga salah satu dasar pembangunan rumah adat suku Sasak. Selain kebutuhan keluarga, kebutuhan kelompok juga menjadi pertimbangan. Konsep inilah yang menjadikan rumah adat suku Sasak tampak teratur, harmonis dan filosofis.  Ajaran Islam mendominasi dasar filosofis pembangunan rumah adat suku Sasak.
1.      Konstruksi berupa tiga anak tangga menggambarkan metamorfosis kehidupan manusia, saat lahir, berkembang dan mati. Atau simbol atas anggota keluarga yakni ayah, ibu dan anak.
2.      Empat tiang sebagai simbol dari  syariat Islam, yakni Al-Qur’an, Al-Hadits, Ijma’ Ulama dan Qiyas.
3.      Arah hadap rumah adat menunjukkan berjenjangnya keturunan keluarga. Ruangan untuk anak pertama dan kedua berbeda arah dan lokasinya. Ruang untuk orangtua menempati  tingkat tertinggi, menyusul si sulung di ruang bawah dan seterusnya. Ruang orang tua menghadap timur sebagai simbol bahwa yang sepuh lebih dulu menerima pencerahan hidup dibandingkan yang muda.
4.      Pintu rumah yang menghadap timur atau berlawanan arah dengan matahari terbenam. Maksudnya saat mereka keluar rumah mencari nafkah, maka yang pertama diharap adalah keridhoan Allah SWT atas rejeki, usia, dan nasibnya. Keridhoan Tuhan mereka harapkan melalui sholat dan ikhtiar.
5.      Kusen dan daun pintu yang rendah, hingga orang mesti merunduk ketika keluar masuk rumah. Posisi membungkuk/merunduk itu diibaratkan sebuah etika dan wujud penghormatan sang tamu kepada si pemilik rumah.
6.      IMG-20200206-WA0017.jpgBentuk lumbung yang mengajarkan kepada masyarakat agar hidup berhemat, tidak boros. Dengan selalu menabung hasil pencaharian nafkah hidupnya yang disimbolkan oleh padi dalam lumbung tersebut

IMG-20200206-WA0015.jpg
 







  

a.       Rumah adat suku Sasak Sade di Lombok, Nusa Tenggara Barat.b. lumbung padi
Atap rumah Sasak terbuat dari jerami dan berdinding anyaman bambu (bedek). Lantainya dibuat dari tanah liat yang dicampur dengan kotoran kerbau dan abu jerami. Campuran tanah liat dan kotoran kerbau membuat lantai tanah mengeras, sekeras semen. Pengetahuan membuat lantai dengan cara tersebut diwarisi dari nenek moyang mereka.
Seluruh bahan bangunan (seperti kayu dan bambu) untuk membuat rumah adat Sasak didapatkan dari lingkungan sekitar mereka, bahkan untuk menyambung bagian-bagian kayu tersebut, mereka menggunakan paku yang terbuat dari bambu.  Rumah adat suku Sasak hanya memiliki satu pintu berukuran sempit dan rendah, dan tidak memiliki jendela.  
Dalam masyarakat Sasak, rumah berada dalam dimensi sakral (suci) dan profan duniawi) secara bersamaan. Artinya, rumah adat Sasak disamping sebagai tempat berlindung dan berkumpulnya anggota keluarga juga menjadi tempat dilaksanakannya ritual-ritual sakral yang merupakan manifestasi dari keyakinan kepada Tuhan, arwah nenek moyang (papuk baluk), epen bale (penunggu rumah), dan sebaginya.
Perubahan pengetahuan masyarakat, bertambahnya jumlah penghuni dan berubahnya faktor-faktor eksternal lainya (seperti faktor keamanan, geografis, dan topografis) menyebabkan perubahan terhadap fungsi dan bentuk fisik rumah adat. Hanya saja, konsep pembangunannya seperti arsitektur, tata ruang, dan polanya tetap menampilkan karakteristik tradisionalnya yang dilandasi oleh nilai-nilai filosofis yang ditransmisikan secara turun temurun.
Untuk menjaga lestarinya rumah adat mereka dari gilasan arsitektur modern, para orang tua biasanya mengatakan kepada anak-anaknya yang hendak membangun rumah dengan ungkapan: “Kalau mau tetap tinggal di sini, buatlah rumah seperti model dan bahan bangunan yang sudah ada. Kalau ingin membangun rumah permanen seperti rumah-rumah di kampung-kampung lain pada umumnya, silakan keluar dari kampung ini.” Demikianlah cara orang Sasak menjaga eksistensi rumah adat mereka, yaitu dengan cara melembagakan dan mentransmisikan pengetahuan dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. 
è Bangunan Rumah Adat Suku Sasak
Rumah adat Sasak pada bagian atapnya berbentuk seperti gunungan, menukik ke bawah dengan jarak sekitar 1,5 sampai 2 meter dari permukaan tanah (fondasi). Atap dan bubungannya (bungus) terbuat dari alang-alang, dindingnya dari anyaman bambu (bedek), hanya mempunyai satu berukuran kecil dan tidak ada jendelanya. Ruangannya (rong) dibagi menjadi inan bale (ruang induk) meliputi bale luar (ruang tidur) dan bale dalem berupa tempat menyimpan harta benda, ruang ibu melahirkan sekaligus ruang disemayamkannya jenazah sebelum dimakamkan.

è Bagian-bagian Rumah Adat
·         Atap : seperti gunungan, menukik kebawah, jarak sekitar 1,5-2 meter dari permukaan tanah.
·         Atap dan bubungan (bungus) : terbuat dari alang-alang.
·         Ruangan (rong) : dibagi menjadi baleluar (ruang tidur) dan bale dalem (tempat menyimpan makanan, danalat rumah tangga).
·         Pintu dan tangga (tiga anak tangga).letak: di antara bale luar dan bale dalem Fungsi: penghubung antara bale luardan bale dalem
IMG-20200206-WA0018.jpgIMG-20200206-WA0029.jpg
 
Di setiap satu desa Sasak, terdapat 5-10 rumah dan satu lumbung. Ada tiga komponen bangunan Sasak, yaitu;
  1. bale tempat tinggal atau rumah adat masyarakat atau bale gunung rateuh. bale dalem dilengkapi amben, dapur, dan sempare (tempat menyimpan makanan dan peralatan rumah tangga lainnya)
  2. alang  atau tempat menyimpan bahan pangan seperti padi
  3. beruga  yang terdiri dari sekenam (enam tiang) dan sekepa (bale-bale). Beruga dan sekepa digunakan untuk tempat khitanan, pertemuan, dan ritual lainnya.
Menurut sesepuh, rumah dianggap seperti gunung. Ia melambangkan keanggungan Tuhan Yang Maha Esa karena rumah adalah juga tempat upacara ritual dan ibadah.
Rumah Sasak terdiri dari dua bagian, yaitu langen  dalam dan langen  luar
è Tatanan ruang rumah suku sasak
Ruangan bale dalem dilengkapi amben, dapur, dan sempare (tempat menyimpan makanan dan peralatan rumah tangga lainnya) terbuat dari bambu ukuran 2 x 2 meter persegi atau bisa empat persegi panjang. Kemudian ada sesangkok (ruang tamu) dan pintu masuk dengan sistem sorong (geser). Di antara bale luar dan bale dalem ada pintu dan tangga (tiga anak tangga) dan lantainya berupa campuran tanah dengan kotoran kerbau/kuda, getah, dan abu jerami.
a.bale luar b.undak-undak (tangga), digunakan sebagai penghubung
antara bale luar dan bale dalem.
Hanya ada dua ruang utama di dalam rumah Sasak Sade. Ruang belakang terdiri dari bilik untuk anak gadis dan untuk dapur. Anggota keluarga laki-laki dan orang tua berada ruang depan. Jika malam mereka hanya tidur dengan beralaskan tikar. Tidak ada kasur, kursi ataupun meja.
Denah rumah suku sasak

Suku Sasak di Sade Rembitan 100% beragama Islam. Mereka bermata pencaharian sebagai petani. Selain rumah, yang khas dari suku ini adalah adanya lumbung tempat menyimpan hasil pertanian. Biasanya, satu lumbung digunakan untuk 3-4 rumah. Mereka memelihara ayam yang dibiarkan hidup bebas. Berkandang di atap-atap rumbia rumah mereka.
IMG-20200206-WA0020.jpg
IMG-20200206-WA0024.jpg














 
                                          Lumbung padi
è Pola permukiman dan bangunan
Permukiman di Dusun Sade dibatasi oleh pagar hidup berupa pohon dan bambu, sehingga tampak jelas antara permukiman dengan lahan pertanian penduduk. Pencapaian ke permukiman tersebut dapat melalui jalan masuk sebelah utara (jeba’ bale’) dan jalan masuk sebelah barat (jeba’ bare). Pada awalnya, di permukiman ini terdapat tiga pintu masuk dan keluar, yaitu dua pintu (jeba’ bale’ di sisi utara dan jeba’ muri di sisi timur) digunakan untuk manusia, sedangkan satu pintu digunakan untuk hewan ternak.
Adanya tiga pintu ini dikaitkan dengan kepercayaan masyarakatnya, dua pintu untuk manusia sebagai jalan masuk dan keluar roh–roh baik yang dipercaya membawa berkah dan keselamatan, sedangkan pintu untuk hewan ternak dipercaya sebagai jalan masuk roh–roh jahat yang membawa kesengsaraan dan penyakit. Seiring dengan peningkatan jumlah penduduk yang diiringi dengan penambahan jumlah rumah maka pada tahun 1980 jeba’ muri terpaksa ditutup, sedangkan jeba’ bale’dan jeba’ bare masih tetap digunakan hingga kini. Dengan adanya kegiatan pariwisata di dusun Sade mengakibatkan terjadinya pergeseran fungsi jeba’ bare dari jalan masuk ternak menjadi jalan masuk bagi manusia, khususnya wisatawan yang berkunjung ke dusun tersebut. Perubahan fungsi ini berdampak terhadap kualitas jalan, yaitu dari jalan tanah menjadi jalan dengan perkerasan batu.
Permukiman di Dusun Sade terdapat bangunan–bangunan tradisional yang dapat dibedakan menjadi tiga macam yaitu Bale Kodong untuk pasangan yang baru menikah, Bale Tani untuk keluarga yang sudah agak mapan, dan Bale Bontor untuk keluarga yang sudah mapan. Letak rumah–rumah di Dusun Sade berjajar membentuk pola linier dengan sebagian besar berorientasi ke arah jalan setapak, yaitu arah timur dan barat yang merupakan arah matahari dan dipercaya sebagai pemberi berkah. Rumah–rumah di Dusun Sade berpantangan untuk menghadap utara dan selatan. Pola linier tersebut juga berkaitan dengan adanya pengelompokan keluarga yang disebabkan oleh adat menetap masyarakat Sasak
Pola perkampungan suku sasak
IMG-20200206-WA0015.jpg
è Bangunan Pendukung
Selain bangunan-bangunan yang telah disebut di atas, masyarakat sasak membuat bangunan-bangunan pendukung lainnya seperti: sambi, alang, dan lombung.
a. Sambi
Sambi merupakan tempat menyimpan hasil pertanian masyarakat. Ada beberapa macam bentuk sambi, antara lain sambi sejenis lumbung berbentuk rumah panggung. Bagian atas sambi ini  dipergunakan sebagai tempat menyimpan hasil pertanian, sedangkan bagian bawahnya dipergunakan sebagai tempat tidur atau tempat menerima tamu. Ada juga sambi yang atapnya diperlebar sehingga pada bagian bawahnya dapat digunakan sebagai tempat menumbuk padi (lilih) dan juga tempat duduk-duduk, berupa bale-bale yang alas duduknya dibuat dari bilah bambu dan papan kayu.
Pada umumnya, sambi mempunyai empat, enam atau delapan tiang kayu. Sambi dengan enam tiang seringkali disebut ayung, karena pada bagian atasnya sering digunakan untuk tempat tidur. Bangunan sambi yang bertiang delapan terkadang disebut sambi jajar karena berbentuk memanjang. Semua sambi selalu dilengkapi dengan tangga untuk naik dan didalamnya juga memiliki tangga untuk turun ke dalam.

b. Alang
Alang sama dengan lumbung, berfungsi untuk menyimpan hasil pertanian. Hanya saja alang mempunyai bentuk yang khas, yaitu beratapkan alang-alang dengan lengkungan kira-kira ¾ lingkaran namun lonjong dan ujungnya tajam ke atas. Konstruksi bawahnya menggunakan empat tiang yang ujung tiang bagian atasnya dipadu dengan jelepeng (diikat menjadi satu). Bagian bawah bangunan alang biasanya digunakan sebagai tempat beristirahat baik siang atau malam hari. Alang biasanya diletakkan di halaman belakang rumah atau dekat dengan kandang hewan.
c. Lumbung
Lumbung adalah tempat untuk menyimpan segala kebutuhan. Lumbung tidak sama dengan sambi dan alang, karena lumbung biasanya diletakkan di dalam rumah/kamar atau di tempat khusus diluar bangunan rumah. Lumbung berbentuk bulat, dibuat dari gulungan bedek kulitan dengan diameter 1,5 meter untuk lumbung yang ditempatkan di dalam rumah dan berdiameter 3 meter jika diletakkan di luar rumah.
Bahan untuk membuat lumbung adalah bambu, bedek, dan papan kayu sebagai lantai. Di bawah papan lantainya dibuatkan pondasi dari tanah dan batu pada empat sudutnya. Atapnya disangga dengan tiang kayu atau bambu berbentuk seperti atap rumah tinggal.

è Nilai-Nilai
Rumah merupakan ekspresi pemikiran paling nyata seorang individu atau kelompok dalam mengejewantahkan hubungan dengan sesama manusia (komunitas atau masyarakat), alam, dan dengan Tuhan (lingkup keyakinan). Keberadaan rumah Sasak, baik bentuk, tata ruang serta struktur bangunan rumahnya mengandung simbol-simbol yang sarat dengan nilai-nilai filsafat tinggi dan sakral. Di antara nilai-nilai tersebut diantaranya:
·       Atap rumah dengan design sangat rendah dengan pintu berukuran kecil bertujuan agar tamu yang datang harus merunduk bila memasuki pintu rumah yang relatif pendek. Sikap merunduk merupakan sikap saling hormat menghormati dan saling menghargai antara tamu dengan tuan rumah.
·       Pembangunan rumah dengan arah dan ukuran yang sama menunjukkan bahwa masyarakat hidup harmonis. Oleh karena itu, jika ada yang membangun rumah yang arahnya tidak sama dengan bangunan rumah yang sudah ada, maka itu menandakan bahwa penghuni kampung tersebut tidak harmonis.
·       Undak-undakan (tangga) tingkat tiga mempunyai pesan bahwa tingkat ketaqwaan ilmu pengetahuan dan kekayaan tiap-tiap manusia tidak akan sama. Oleh karena itu, diharapkan semua manusia senantiasa menyadari bahwa kekurangan dan kelebihan yang dimiliki merupakan rahmat Tuhan. Ada juga yang menganggap bahwa anak tangga sebanyak tiga buah menunjukkan simbol daur hidup manusia, yaitu lahir, berkembang, dan mati, atau simbol keluarga batih (ayah, ibu, dan anak).
·       Empat tiang penyangga berugaq/sekepat mempunyai pengertian: Kebenaran yang harus diutamakan; Kepercayaan diri dalam memegang amanah; dalam menyampaikan sesuatu hendaknya berlaku jujur dan polos; dan sebagai orang yang beriman hendaknya pandai/cerdas dalam menyikapi masah (tanggap). Sedangkan atapnya menggambarkan keyakian bahwa Tuhan Maha tahu atas segalanya, baik yang tersirat maupun yang tersurat. Ada juga yang beranggapan bahwa pesan dari berugak bertiang empat adalah simbol syariat Islam: Quran, Hadis, Ijma‘, Qiyas. Disamping itu, berugak yang ada di depan rumah merupakan bentuk rasa syukur terhadap rezeki yang diberikan Tuhan, dan juga sebagai tempat berinteraksi dengan masyarakat lainnya.
·       Bale tajuk, pada umumnya, berbentuk segi lima dengan tiang berjumlah lima melambangkan bahwa masyarakat Sasak adalah masyarakat yang religius yang menurut keyakinan mereka, setiap mahluk hidup pasti akan mati dan setiap sesuatu yang lahir maka pasti akan berakhir.
·       Keberadaan lumbung menunjukkan bahwa warga sasak harus hidup hemat dan tidak boros. Bahan-bahan yang disimpan di dalamnya, hanya bisa diambil pada waktu tertentu, misalnya sekali sebulan sebagai persiapan untuk keperluan mendadak, misalnya karena gagal panen atau karena ada salah satu anggota keluarga meninggal.




























BAB III
PENUTUP

1.1  Kesimpulan
Keadaan masyrakat dan lingkungan Sade masih alami dengan menjaga ketentuan-ketentuan adat mereka sejak dulu. Namun, terdapat beberapa perubahan dalam aspek lingkungan mereka yaitu adanya batu-batu yang terdapat pada tanah dalam lingkungan Sade. Batu ini bertujuan menjaga lingkungan mereka sendiri.
Masalah utama yang dihadapi masyarakat Sade adalah kekurangan air untuk mengairi lahan pertanian mereka. Potensi yang ada di desa Sade antara lain pertanian, lahan terbuka, dan pariwisata.
Untuk mengatasi masalah perairan pertanian maka diberikan solusi berupa pembuatan sumur bor. Dengan menambahkan treatment untuk menjaga ketersediaan air tanah adalah lubang biopori.

1.2  Saran
Dari hasil survey dan analisa yang dilakukan, disarankan agar semua pihak dapat turut serta dalam rencana program yang direncanakan. Hal ini bertujuan tidak hanya untuk mengembangkan masyarakat Sade saja, namun juga dapat mengembangkan partisipasi masyarakat secara keseluruhan dalam menjaga adat yang dimiliki.









DAFTAR PUSTAKA
·         http://fucoss.blogspot.com/






Tidak ada komentar:

Posting Komentar