MAKALAH
TENTANG SIKAP BERBAHASA
DISUSUN OLEH :
1.
LALU TARGAS RUDI ARIF
2.
SAIPUL BAHRI
3.
ALFAROZI
KELAS : XII. KEAGAMAAN
MAN 3 LOMBOK TENGAH
TAHUN PELAJARAN 2019 / 2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah Yang Maha Esa, yang telah
melimpahkan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “ Sikap Bahasa “ dengan baik.
Makalah ini berisikan pengertian pengertian sikap
bahasa dan ciri-ciri bahasa. Dengan terleselesaikannya makalah ini,
penulis berharap dapat menambah wawasan dan pengetahuan baik bagi penulis
maupun pembaca.
Dalam menulis makalah ini, penulis mohon maaf karena merasa
masih banyak kekurangan baik secara teknis penulisan maupun materi. Untuk itu
kritik dan saran dari semua pihak kami harapkan demi penyempurnaan makalah ini.
Atas
perhatiannya kami ucapkan terima kasih.
Sengkol, 10 Februari 2020
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR
ISI
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
1.2 Rumusan
Masalah
1.3 Tujuan
BAB 2 PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Sikap
Bahasa
2.2 Ciri-ciri
Sikap Bahasa
BAB
3 PENUTUP
3.1 Simpulan
3.2 Saran
DAFTAR
PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Bahasa adalah salah satu ciri khas
manusiawi yang membedakannya dari makhluk-makhluk yang lain. Selain itu, bahasa
mempunyai fungsi sosial, baik sebagai alat komunikasi maupun sebagai suatu cara
mengidentifikasikan kelompok sosial. Bahasa adalah salah satu lembaga
kemasyarakatan, yang sama dengan lembaga kemasyarakatan lain, seperti
perkawinan, pewarisan harta peninggalan, dan sebagainya telah memberi isyarat
akan pentingnya perhatian terhadap dimensi sosial bahasa. Para ahli bahasa
mulai sadar bahwa pengkajian bahasa tanpa mengaitkannya dengan masyarakat akan
mengesampingkan beberapa aspek penting dan menarik, bahkan mungkin menyempitkan
pandangan terhadap disiplin bahasa itu sendiri. Sosiolinguistik merupakan ilmu
yang mempelajari bahasa dengan dimensi kemasyarakatan. Apabila kita mempelajari
bahasa tanpa mengacu ke masyarakat yang menggunakannya sama dengan
menyingkirkan kemungkinan ditemukannya penjelasan sosial bagi struktur yang
digunakan. Dari perspektif sosiolinguistik fenomena sikap bahasa (language
attitude) dalam masyarakat multibahasa merupakan gejala yang menarik untuk
dikaji, karena melalui sikap bahasa dapat menentukan keberlangsungan hidup
suatu bahasa.
2.1
Rumusan Masalah
1. Apa sikap bahasa itu?
2. Bagaimana Ciri-ciri Sikap Bahasa?
2.3 Tujuan
Pembahasan
1. Mengetahui tentang sikap bahasa.
2. Mengetahui ciri-ciri sikap bahasa.
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
2.1 Sikap Bahasa
Dalam bahasa Indonesia kata sikap
dapat mengacu pada bentuk tubuh, posisi berdiri yang tegap, perilaku atau
gerak-gerik dan perbuatan atau tindakan yang dilakukan berdasarkan pandangan
(pendirian, keyakinan atau pendapat) sebagai reaksi atas adanya suatu hal atau
kejadian. Sesungguhnya, sikap itu fenomena kejiwaan, yang biasanya
termanisvetasi dalam bentuk tindakan dan perilaku. Namun, menurut banyak
penelitian tidak selalu yang dilakuakan secara lahiriah merupakan cerminan dari
sikap batiniah. Atau yang terdapat dalam batin selalu keluar dalam bentuk
perilaku yang sama ada dalaml batin. Banyak faltor yang memengaruhi sikap batin
dan perilaku lahir. Oleh karena yang namany sikap ini berupa pendirian
(pendapat atau pandangan)berada dalam batin, maka tidak dapat diamati secara
empiris. Namun, menurut kebiasaan jika tidak ada faktor-faktor lain yang
mempengaruhi, sikap yang ada dalam batinitu dapat diduga dari tindakan dan
perilaku lahir.
Triandis (1971: 2-4), berpendapat
bahwa sikap adalah kesiapan bereaksi terhadap suatu keadaan atau kejadian yang
dihadapi. Kesiapan ini dapat mengacu kepada sikap mental atau kepada “sikap
perilaku”. Menurut Allport (1935), sikap adalah kesiapan mental dan saraf, yang
terbentuk melalui pengalaman yang memberikan arah atau pengaruh dinamis kepada
reaksi seseoarang terhadap semua objek dan keadan yang menyangkut sikap itu.
Sedangkan Lambert (1967: 91-102) menyatakan bahwa sikap itu terdiri dari tiga
komponen yaitu komponen kognitif, afektif dan konaktif.
Sikap bahasa adalah hal yang penting
dalam kaitanya dengan suatu bahasa karena sikap bahasa dapat melangsungkan
hidup suatu bahasa. Berikut ini akan dibahas apa yang dimaksud dengan sikap
bahasa dan bagaimana kaitanya dengan pemilihan suatu bahasa.
Sikap bahasa adalah anggapan atau pandangan seseorang terhadap suatu bahasa, apakah senang atau tidak terhadap bahasa tersebut, sehingga sikap bahasa mempengaruhi terhadap pemilihan bahasa. Lambert menyatakan bahwa sikap itu terdiri atas tiga komponen, yaitu komponen kognitif, komponen afektif, dan komponen konatif. Dengan penjelasan sebagai berikut:
a. Komponen kognitif berhubungan dengan pengetahuan dan gagasan yang digunakan dalam proses berfikir.
Sikap bahasa adalah anggapan atau pandangan seseorang terhadap suatu bahasa, apakah senang atau tidak terhadap bahasa tersebut, sehingga sikap bahasa mempengaruhi terhadap pemilihan bahasa. Lambert menyatakan bahwa sikap itu terdiri atas tiga komponen, yaitu komponen kognitif, komponen afektif, dan komponen konatif. Dengan penjelasan sebagai berikut:
a. Komponen kognitif berhubungan dengan pengetahuan dan gagasan yang digunakan dalam proses berfikir.
b. Komponen afektif menyangkut masalah penilaian suka atau
tidak suka terhadap sesuatu keadaan. Jika seseorang memiliki nilai
rasa baik atau suka terhadap suatu keadaa, maka orang itu dikatakan memiliki
sikap positif jika sebaliknya disebut memiliki sikap negatif.
c. Komponen konatif menyangkut perilaku atau perbuatan sebagai putusan akhir. melalui komponen inilah orang biasanya mencoba menduga bagaimana sikap seseorang terhadap keadaan yang dihadapinya.
c. Komponen konatif menyangkut perilaku atau perbuatan sebagai putusan akhir. melalui komponen inilah orang biasanya mencoba menduga bagaimana sikap seseorang terhadap keadaan yang dihadapinya.
Melalui ketiga komponen inilah,
orang biasanya mencoba menduga bagaimana sikap seseorang terhadap suatu keadaan
yang sedang dihadapinya. Ketiga komponen sikap ini (kognitif, afektif, dan
konatif) pada umumnya berhubungan dengan erat. Namun, seringkali pengalaman
“menyenangkan’ atau “tidak menyenangkan” yang didapat seseorang di dalam
masyarakat menyebabkan hubungan ketiga komponen itu tidak sejalan. Apabila
ketiga komponen itu sejalan, maka bisa diramalkan perilaku itu menunjukkan
sikap. Tetapi kalau tidak sejalan, maka dalam hal itu perilaku tidak dapat
digunakan untuk mengetahui sikap. Banyak pakar yang memang mengatakan bahwa
perilaku belum tentu menunjukkan sikap.
2.2
Ciri-ciri Sikap Bahasa
Garvin dan Mathiot (1968) merumuskan tiga ciri sikap bahasa
yaitu:
·
Kesetiaan
Bahasa (Language Loyalty) yang mendorong masyarakat suatu bahasa mempertahankan
bahasanya dan apabila perlu mencegah adanya pengaruh bahasa lain.
·
Kebanggaan
Bahasa (Language Pride) yang mendorong orang mengembangkan bahasanya dan
menggunakannya sebagai lambang identitas dan kesatuan masyarakat.
·
Kesadaran
adanya norma bahasa (Awareness Of The Norm) yang mendorong orang menggunakan
bahasanya dengan cermat dan santun merupakan faktor yang sangat besar
pengaruhnya terhadap perbuatan yaitu kegiatan menggunakan bahasa (language
use).
Ketiga ciri yang dikemukakan Garvin dan Mathiot tersebut
merupakan ciri-ciri sikap positif terhadap bahasa. Sikap positif yaitu sikap
antusiasme terhadap penggunaan bahasanya (bahasa yang digunakan oleh
kelompoknya/masyarakat tutur dimana dia berada). Sebaliknya jika ciri-ciri itu
sudah menghilang atau melemah dari diri seseorang atau dari diri sekelompok
orang anggota masyarakat tutur, maka berarti sikap negatif terhadap suatu
bahasa telah melanda diri atau kelompok orang itu. Ketiadaan gairah atau
dorongan untuk mempertahankan kemandirian bahasanya merupakan salah satu
penanda sikap negatif, bahwa kesetiaan bahasanya mulai melemah, yang bisa
berlanjut menjadi hilang sama sekali.
Sikap negatif terhadap bahasa dapat juga terjadi bila orang
atau sekelompok orang tidak mempunyai lagi rasa bangga terhadap bahasanya, dan
mengalihkannya kepada bahasa lain yang bukan miliknya. Hal tersebut dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu antara lain: faktor politis, faktor
etnis, ras, gengsi, menganggap bahasa tersebut terlalu rumit atau susah dan
sebagainya. Sebagai contoh yaitu penggunaan bahasa Jawa di lingkungan
masyarakat Jawa. Dewasa ini penggunaan bahasa Jawa dikalangan masyarakat Jawa
sendiri dirasa kurang begitu antusias. Hal ini merupakan tanda-tanda mulai
munculnya sikap yang kurang positif terhadap bahasa tersebut. Bahasa-bahasa
daerah terkadang dianggap sebagai bahasa yang kurang fleksibel dan kurang
mengikuti perkembangan jaman. Demikian pula bahasa Jawa. Anak-anak muda pada
jaman sekarang kurang begitu mengerti dan antusias menggunakan bahasa tersebut,
karena ada yang merasa bahwa bahasa Jawa terlalu rumit bagi mereka, banyak
leksikon dari bahasa Jawa yang tidak dimengerti, ditambah dengan penggunaan
tingkat tutur bahasa Jawa dan sebagainya. Hal tersebut merupakan indikasi bahwa
mereka sudah tidak berminat lagi untuk mempelajari bahasa Jawa, atau hal itu
juga dipengaruhi oleh perkembangan keadaan yang menghendaki segala sesuatu yang
serba praktis dan simpel. Tidak hanya bahasa daerah, tetapi bahasa Indonesia
sebagai bahasa nasional pun dirasa telah mulai pudar ciri sikap bahasa
positifnya.
Sikap negatif juga akan lebih terasa akibat-akibatnya
apabila seseorang atau sekelompok orang tidak mempunyai kesadaran akan adanya
norma bahasa. Sikap tersebut nampak dalam tindak tuturnya. Mereka tidak merasa
perlu untuk menggunakan bahasa secara cermat dan tertib, mengikuti kaidah yang
berlaku.
Berkenaan dengan sikap bahasa negatif ada pendapat yang
menyatakan bahwa jalan yang harus ditempuh adalah dengan pendidikan bahasa yang
dilaksanakan atas dasar pembinaan kaidah dan norma-norma sosial dan budaya yang
ada dalam masyarakat bahasa yang bersangkutan. Namun menurut Lambert (1976)
motivasi belajar tersebut juga berorientasi pada dua hal yaitu:
1. Perbaikan nasib (orientasi
instrumental). Orientasi instrumental mengacu/banyak terjadi pada bahasa-bahasa
yang jangkauan pemakaiannya luas, banyak dibutuhkan dan menjanjikan nilai
ekonomi yang tinggi, seperti bahasa Inggris, bahasa Prancis, dan bahasa Jepang.
2. Keingintahuan terhadap kebudayaan
masyarakat yang bahasanya dipelajari (orientasi integratif). Orientasi
integratif banyak terjadi pada bahasa-bahasa dari suatu masyarakat yang
mempunyai kebudayaan tinggi, tetapi bahasanya hanya digunakan sebagai alat
komunikasi terbatas pada kelompok etnik tertentu.
Kedua orientasi tersebut juga merupakan faktor-faktor yang
mempengaruhi sikap bahasa seseorang. Selain itu sikap bahasa juga bisa
mempengaruhi seseorang untuk menggunakan suatu bahasa, dan bukan bahasa yang
lain, dalam masyarakat yang bilingual atau multilingual.
Mengacu pada sikap bahasa pada masyarakat yang bilingual
atau multilingual, terdapat dampak positif dan negatif bagi pembinaan bahasa
Indonesia dan bahasa daerah. Memang semakin meluasnya pemakaian bahasa
Indonesia sebagai bahasa nasional, adalah suatu hal yang positif. Tetapi dampak
negatifnya seseorang sering mendapat hambatan psikologis dalam menggunakan
bahasa daerahnya yang mengenal tingkatan bahasa, seringkali memaksa mereka
terbalik-balik dalam bertutur antara bahasa daerah dan bahasa Indonesia.
Akhirnya sering terjadi kalimat-kalimat / kata-kata (karena banyaknya terjadi
interferensi / campur kode yang tidak terkendali) muncul kata-kata sebagai
suatu ragam bahasa baru. Misalnya, bahasa Indonesia yang kejawa-jawaan atau
bahasa Indonesia yang keinggris-inggrisan, dan lain-lain. Hal itu pun mulai
sering ditemui di masyarakat pengguna bahasa sekarang.
Contoh:
1. Bahasa Indonesia yang kejawa-jawaan.
1. Bahasa Indonesia yang kejawa-jawaan.
a.
Adanya
pemakaian akhiran ‘o’
Lihat + o à lihato [
lihatכ ]‘lihatlah’, yang baku sebenarnya adalah lihatlah.
Jadi kata bahasa Indonesia mendapat tambahan akhiran -o, atau seperti akhiran a [ כ ] dalam bahasa Jawa.
Jadi kata bahasa Indonesia mendapat tambahan akhiran -o, atau seperti akhiran a [ כ ] dalam bahasa Jawa.
b.
Adanya
pemakaian akhiran ‘-en’
Ambil + en à ambilen [
ambIlən ], yang baku adalah ambilah.
Kata ambil dalam bahasa Indonesia mendapat tambahan akhiran -en yang merupakan akhiran dalam bahasa Jawa.
Kata ambil dalam bahasa Indonesia mendapat tambahan akhiran -en yang merupakan akhiran dalam bahasa Jawa.
c.
Menembak
+ i à menembaki [mənεmba?i], seharusnya menembakki [mənεmba?ki].
d.
Adanya
pemakaian akhiran ‘-ke’
biar +
ke à biarke [biarke], yang baku adalah
biarkan.
duduk + ke à dudukke
[dudU?ke], yang baku adalah dudukkan
ambil +
ke à ambilke [ambIlke], yang baku adalah ambilkan
Akhiran -ke tidak terdapat dalam
bahasa Indonesia, akhiran -ke disini digunakan seperti dalam penggunaan akhiran
–ake dalam bahasa Jawa.
2. Bahasa
Indonesia yang keinggris-inggrisan.
Hal ini biasanya terdapat dalam pengucapan/pelafalan bahasa
Indonesia yang menyerupai pelafalan/pengucapan bahasa Inggris.
Contoh:
Becek [bεcεk] à diucapkan Becheq [bεchε?]
Becek [bεcεk] à diucapkan Becheq [bεchε?]
fonem
t [t] diucapkan c [c]
Gitu
[gitu] à gicu [gicu]
Antri
[antri] à anchri [anchri]
3. Bahasa
Jawa yang keindonesia-indonesiaan.
Penggunaan
akhiran -lah.
Contoh:
wislah [wIslah] à wis ta ‘sudahlah’.
wislah [wIslah] à wis ta ‘sudahlah’.
BAB II
PENUTUP
3.1 Simpulan
Sikap bahasa adalah hal yang penting dalam kaitanya dengan
suatu bahasa karena sikap bahasa dapat melangsungkan hidup suatu
bahasa. Sikap bahasa adalah anggapan atau pandangan seseorang terhadap
suatu bahasa, apakah senang atau tidak terhadap bahasa tersebut, sehingga sikap
bahasa mempengaruhi terhadap pemilihan bahasa. Lambert menyatakan bahwa
sikap itu terdiri atas tiga komponen, yaitu komponen kognitif,
komponen afektif, dan komponen konatif.
3.2 Saran
Makalah ini belum sepenuhnya sempurna dan masih banyak
kekurangan baik secara teori maupun teknis. Oleh karena itu saran dari pembaca
sangat kami harapkan demi perbaikan.
DAFTAR
PUSTAKA
Chaer, A. Dan Leoni Agustina. 2010. Sosiolinguistik.
Jakarta: Rineka Cipta.
Garvin, P.L Dan M. Mathiot. 1968. The Urbanization
Of The Gurani Language: Problem In Language And Culture.
Kartomiharjo, S. 1988. Bahasa Cermin Kehidupan
Masyarakat. Jakarta: Dikbud.
Ibrahim, Abd. Syukur. 1993. Kapita Selekta
Sosiolinguistik. Surabaya: Penerbit Usaha Nasional.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar